Sapi di Jogja

BETAPA nelangsa sapi-sapi di Jogja 🐂 Belakangan ini, hidup mereka tidak tentram. Hanya tinggal menunggu waktu atau menanti berat badan naik, untuk tiba pada hari mengerikan itu: mereka digiring menuju tempat jagal 😱

Apa pasalnya? Sekarang ini, di Jogja, sedang marak warung Se’i sapi.

Entah bagaimana sejarah menjamurnya per-sei-an di negeri gudeg ini. Singkat kata, tiba-tiba banyak yang menjual menu ini. Yang lama dan sukses, merebakkan cabang-cabangnya. Pemain baru, muncul satu per satu.

Kondisi ini membuat sapi-sapi di Jogja memasuki teori ekonomi “supply and demand“. Artinya, semakin Se’i digemari, semakin hidup sapi terancam ☠️

Mungkin itu sebabnya penjual susu sapi murni di depan kompeks rumah saya, yang baru berdagang dalam hitungan hari, tidak mau menghadirkan sapinya 🤣

Dari segi nama warung Se’i, ada yang ber”aroma” Nusa Tenggara Timur (NTT), tempat asal jenis kuliner ini berasal. Ada pula jenama (brand) warung yang jauh dan susah ditarik relasinya dengan NTT.

Se’i sapi, memang NTT banget. Saya pernah menulis mengenai menu ini di akun Instagram @angtekkhun1 bahwa Se’i adalah masakan khas suku Timor. Nama “Se’i” berasal dari bahasa Rote yang berarti daging yang diiris tipis memanjang.

Dari segi filosofi, eksisnya Se’i memperkuat kenyataan bahwa Jogja adalah sebuah “Indonesia mini”. Berbagai suku bangsa atau etnis hidup berdampingan dalam damai. Bukan sebatas orangnya, tetapi juga budaya. Dan, dalam konteks ini, juga kuliner.

Kita juga akan mengerti spirit yang sama di antara keduanya–gudeg dan Se’i sapi. Untuk menghasilkan gudeg, nangka muda perlu dimasak bersama santan selama berjam-jam. Warna coklat yang kita dapati pada gudeg, berasal dari daun jati yang turut dimasak bersama.

Di tempat asal Se’i, daging yang akan diasap, diselubungi daun kosambi. Kayu bakar yang digunakan, juga dari kayu kosambi. Menu ini akan menguarkan aroma sedap setelah menjalani pengasapan selama berjam-jam.

Betapa wow spirit di balik kedua menu ini 💪🏻

Saya berharap Se’i sapi tidak semarak di Jogja hanya dalam hitungan siklus “cendawan tumbuh di musim hujan”. Namun, apabila terjadi juga, itu lazim saja. Kata orang, masa hidup bisnis kuliner diuji dalam tiga bulan pertama. Setelah itu, pada setahun pertama.

Jika kelaziman bisnis ini terjadi pada warung Se’i sapi di Jogja, tentu yang paling bersorak adalah para sapi. Mereka akan melenguh bahagia, “Moooo!” 💙

3 thoughts on “Sapi di Jogja

  1. Aku inget banget dulu Sei sapi ini di JKT yg paling terkenal cuma di tanjung dure , ada resto SEI sapi yg udh populeeeer banget. Dan memang enak. Eh ntah kenapa kemudian menjamuuuur kemana2 :D. Dan makin banyak. Di area rumahku yg tdnya ga ada mas, sekarang ini ada 5 tempat :D. Iu yg baru kliatan.

    Tp gpp sih. Berhubung aku sukaaaa bgt SEI sapi, jadi makin banyak tempatnya, apalagi Deket rumah, ya makin gampang aku belinya :D. Apalagi rasanya enak2, dan malah ada yg LBH enak drpd yg di tanjung duren, pelopor pertamanya 😀

  2. Kayak di Jogja. Satu sukses, langsung muncul banyak. Enggak apa-apa juga sih, jadi banyak alternatif pilihan 🙂

    Dari antara yang banyak itu, ternyata beda-beda ya hasil olahan dan rasanya. Pada akhirnya, beberapa yang enggak “dapet” tastenya, tutup deh..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *